Jumat, 20 Oktober 2017

BAB 5
Periode Tasyri’ Islam (pembentukan syariat islam) pada masa Khulafaur Rasyidin dan sumber-sumber pembentukannya

A.    Pengertian ijtihad
Ijtihad adalah mengerahkan tenaga dan pemikiran untuk menggali hukum syar’I yang tidak ada di dalam nass Al-qur’an maupun As-Sunnah.
Jumhur fuqaha berpendapat bahwa Rasulullah SAW diperbolehkan untuk berijtihad. Contoh ijtihad Rasulullah SAW : Sesungguhnya ada seseorang perempuan dating kepada Rasululah SAW, perempuan itu berkata: “Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku meninggal, beliau mempunyai hutang puasa nazar, apakah saya wajib membayar ?”. Rasulullah menjawab: “Hutang kepada Allah lebih berhak untuk dilunasi daripada hutang kepada manusia”.
Sebagian jumhur berpendapat bahwa Rasulullah SAW tidak di perbolehkan untuk berijtihad.
B.     Periode tarikh tasyri’ pada masa Khulafaur Rasyidin
Sumber-sumbernya adalah Al-qur’an, As-Sunnah, Ijma’(kesepakatan para ulama dengan para sahabat), Rayu’.
Hadist dahulu belum dibukukan , tetapi dengan hafalan para sahabat. Sejak munculnya 4 madzhab maka mulai dibukukan. Hadist yang dipakai untuk berijtihad adalah hadist mutawatir. Karena hadist ahad masih diragukan.
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama (mujtahid).
Contoh dari qiyas adalah ada seorang lelaki di bunuh istri dari bapaknya (ibu tiri) dan sahabatnya.
Sahabat umar terkenal berijtihad menggunakan rayu’.
C.     Sebab-sebab perbedaan sahabat berbeda pendapat
1.      Perbedaan dalam memahami nass Al-Qur’an dan As-Sunnah
2.      Perbedaan dalam mendapati hadist Nabi, karena hadist waktu itu tidak di tulis dan tidak di hafalkan
3.      Perbedaan disebabkan kepercayaan antara satu dengan lainnya dalam periwayatan hadist. Umar pernah tidak percaya pada Fatimah Binti Qois.


BAB 2
                                      Maqashid asy-syariah (tujuan-tujuan tasyri’ islam)
Ø  Pengertian Maqashid al-Syariah
Maqasid adalah bentuk jama’ dari maqsud yang berarti kesengajaan atau tujuan. Syariah secara bahasa berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju air ini dapat dikatakan sebagai jalan kearah sumber pokok kehidupan. [1]
Ø  Macam-Macam Maqashid al-Syariah
a)      Syariat yang berhubungan dengan kebutuhan primer manusia (Maqashid al-Dharuriyat)
- Memelihara agama
Agama merupakan persatuan akidah, ibadah, hukum, dan undang-undang yang telah disyariatkan oleh Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (hubungan vertical), dan hubungan antar sesama manusia (hubungan horizontal). Agama islam juga harus dipelihara dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang hendak merusak akidahnya, ibadah akhlaknya yang akan bercampur adukkan kebenaran ajaran islam dengan berbagai paham dan aliran yang batil.
- Memelihara jiwa
Islam melarang pembunuhan dan pelaku pembunuhan diancam dengan hukuman qishash, diyat, kafarat dengan demikian agar seseorang sebelum melakukan pembunuhan berfikir dahulu. Aturan yang melarang aborsi termasuk memelihara jiwa dan memelihara keturunan.
- Memelihara akal
            Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di bandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Allah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk dan melengkapi bentuk itu dengan akal. Untuk menjaga akal, islam melarang minum khamr (jenis minuman keras) dan setiap yang memabukkan dan menghukum orang yang meminumnya atau menggunakan jenis apa saja yang dapat merusak akal.
- Memelihara keturunan
            Untuk memelihara keturunan, islam telah mengatur pernikahan dan mengharamkan zina, menetapkan siapa yang tidak boleh dikawini dan dan syarat apa saja yang harus di penuhi. Pernak-pernik dalam pernikahan meliputi adanya mahar, walimah, talaq, khitbah atau lamaran.
- Memelihara harta benda
            Meskipun pada hakekatnya semua harta benda itu kepunyaan Allah, namun islam juga mengakui hak pribadi seseorang. Karena manusia sangat tamak dengan harta dan mengusahakannya dengan jalan apapun, maka islam mengatur supaya tidak terjadi bentrokan antara satu sama lain. Dan islam melarang memonopoli atau menimbun harta benda.[2]
b)      Syariat yang berhubungan dengan kebutuhan sekunder manusia (Maqashid al-Hajiyat)
Yaitu kebutuhan manusia yang dapat menghilangkan kesempitan manusia, meringankan beban yang menyulitkan mereka, dan memudahkan jalan-jalan muamalah dan mubadalah. Dalam lapangan ibadah, islam mensyariatkan beberapa hukum rukhsoh untuk meringankan beban mukallaf apabila ada kesulitan dalam melaksanakan hukum azimah. Dalam lapangan muamalah, islam mensyariatkan banyak macam akad dan urusan yang menjadi kebutuhan manusia.
c)      Syariat yang berhubungan dengan kebutuhan pelegkap manusia (Maqashid al-Tahsini)
Ketika islam menganjurkan infaq, dianjurkan agar infaq dari hasil bekerja yang halal. Bahwa jelas, tujuan dari hukum yang di syariatkan adalah memelihara kepentingan pokok manusia, atau kepentingan sekundernya atau kepentingan pelengkapnya, atau menyempurnakan sesuatu yang memelihara salahsatu diantara tiga kepentingan tersebut.




[1] Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, J. Milton Cowan(ed)(London: Mac Donald & Evan Ld, 1980), hlm 767
[2] Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, Bumi aksara, Jakarta, 1992, hal 67-101